My Profile

Foto saya
...brengsek, menyebalkan, keras kepala, ga kompromis, sok tau, picisan, banyak bacot, rese, nggak elegan, sok cool, jutek, ga fashionable, kurang kerjaan, narsis, sarkastik, pemimpi, nglantur, sia-sia... tp brusaha buat jujur & brani ambil resiko. so, move..keep our local spirits. No more horizontal confrontations! No more racism! No more separatism! No more intrics! No more coruption! No more Maria Eva! No more negara Islam! No more Bush! No more capitalism! No more hipocrits! No more militerism! JUST GET MORE INDONESIA saja..

Senin, 01 September 2008

Pendidikan bukan mencetak budak!



Pendidikan Vs Penjajahan gaya baru

"Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Kritik mengalir, pendidikan jalan terus", begitu kiranya yang terjadi dalam dunia pendidikan kita hari ini. Ada sekian ketimpangan dalam system pendidikan Indonesia sehingga masih jauh dari harapan masyarakat. Tahukah kalian? Ada murid yang bunuh diri karena tidak mampu membeli buku dan membayar uang sekolah. Ada ribuan gedung sekolah yang kondisinya memprihatinkan. Juga ada banyak sekolah yang tidak memiliki buku yang memadai untuk mencerdaskan anak didiknya.
Dulu mungkin kita bisa berbangga diri karena Negara lain bersedia mengimpor guru dari Indonesia, namun sekarang Tenaga kerja Indonesia adalah yang "termurah" dan itupun hanya menjadi tenaga kerja kasar, seperti; pembantu rumah tangga, dan buruh pabrik dengan gaji minim. Bahkan yang lebih ironis, tidak sedikit rakyat Indonesia yang bekerja menjadi kuli dinegerinya sendiri. Negeri yang pernah kita dengar ketika SD sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, subur sarwo tinandur. Negeri yang konon kaya raya akan sumber daya alam yang melimpah ruah. Ada yang ganjal barangkali dalam benak kalian tentang kondisi ini. Lantas kemana perginya aset-aset Negara yang seharusnya mampu mensejahterakan rakyatnya tesebut?
Barangkali menjadi sebuah pemakluman jika ada pejabat kita tertangkap basah ketika tersandung kasus Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sedangkan di sekolah murid-murid hanya dijejali dengan materi-materi pelajaran yang segudang. Sementara itu, guru mereka sibuk sendiri dengan pemberlakuan Undang-Undang Guru dan Dosen yang akan meningkatkan tarah hidup mereka. Sehingga sertivikasi menjadi sebuah keniscayaan. Sementara itu, negara bertindak semaunya dengan memberlakukan Undang_Undang yang anti rakyat sebagai alat legitimasi untuk kepentingan pemodal asing.
Ternyata Indonesia masih belum merdeka 100%, karena kemerdekaan bukan hanya pembacaan proklamasi un sich, tapi kemerdekaan adalah ketika rakyat Indonesia sudah benar-benar mampu keluar dari ketertindasan yang dihadapinya. Karena disadari atau tidak, penjajahan gaya baru ini kian mencekik kondisi rakyat Indonesia dengan penguasaan aset-aset negara oleh pemodal asing. Freeport, kilang minyak blok cepu, coca cola, danone, indosat, telkomsel, dan masih banyak lagi deretan aset negara yang sengaja digadaikan. Sementara rakyat Indonesia sebagai pemiliknya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi sangat wajar ketika ada banyak kasus kriminal yang terjadi belakangan ini akibat kondisi ekonomi politik kita yang carut marut.
Sementara itu, pola pendidikan kita paling jauh hanya akan merubah penafsiran seseorang terhadap situasi yang dihadapinya, namun tidak akan mampu merubah realitas yang terjadi dalam dirinya dan masyarakat disekitarnya. Dan ini harus menjadi catatan bagi kita terlebih di usia hamper 63 tahun kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, pendidikan seharusnya menjadi sarana pembebasan yang mampu menjadi media untuk mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat agar ketertindasan bisa segera dihancurbuyarkan. Karena pendidikanlah kunci utama untuk membangun kesadaran masyarakat akan ketertindasannya yang terjadi..
Maka menjadi tugas kita sebagai mahasiswa untuk merubah pola yang keliru ini dengan menyuntikkan formula baru kepada masyarakat agar mereka sadar bahwa yang mereka hadapi hari ini bukanlah penjajahan konvensional dengan moncong senjata, melainkan penjajahan gaya baru yang mengkontaminasi rakyat dengan paradigma kapitalistiknya, sehingga menciptakan masyarakat yang pragmatis, oportunis dan serba instan. (Wid)

Tidak ada komentar: