My Profile

Foto saya
...brengsek, menyebalkan, keras kepala, ga kompromis, sok tau, picisan, banyak bacot, rese, nggak elegan, sok cool, jutek, ga fashionable, kurang kerjaan, narsis, sarkastik, pemimpi, nglantur, sia-sia... tp brusaha buat jujur & brani ambil resiko. so, move..keep our local spirits. No more horizontal confrontations! No more racism! No more separatism! No more intrics! No more coruption! No more Maria Eva! No more negara Islam! No more Bush! No more capitalism! No more hipocrits! No more militerism! JUST GET MORE INDONESIA saja..

Senin, 01 September 2008

Menolak tunduk, menuntut tanggung jawab



Sadar untuk bertindak

“… Serangan musuh dapat dilumpuhkan, namun tiada tentara yang mampu menahan sebuah ide yang tiba waktunya menyatakan diri”, (Victor Hugo)
Kebutuhan kapitalisme saat ini akan tenaga kerja terlatih dalam jumlah besar merangsang adanya ekspansi universitas untuk mencetak “proletarisasi” tenaga intelektual yang tunduk kepada tuntutan-tuntutan kapitalis. Yang mana hal tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan bakat perorangan atau kebutuhan manusia. Dan tentu saja keterasingan tenaga intelektual tersebut menimbulkan keresahan yang sukup serius, sehingga muncullah geliat dari kaum muda untuk menduduki posisi sebagai pelopor dalam pemicu kesadaran bertindak masyarakat. Bahkan secara sadar mereka (baca: pemuda) seharusnya bertanggungjawab untuk merumuskan secara sistematis perbaikan kondisi masyarakat yang terpinggirkan.
Inilah yang kemudian menjadi penyebab utama, mengapa rakyat Indonesia dengan ketangguhan mental itu bisa mengalami sekian ratus tahun periode penindasan. Bahkan sampai saat ini pun masih harus tertahan kemenangannya. Dan bukanlah mahasiswa yang dengan “kebanggaan semu”nya mengobralkan teori dan kesombongan sebagai pemasok kesadaran ke kepala rakyat. Akan tetapi ia (baca: mahasiswa) seharusnya menjadi penghubung antara keliatan fikiran dan kearifan mereka dengan fase-fase perjuangan dalam menyusun kemerdekaan. Dan sebagai kekuatan produktif, daya juang serta daya tahan ekonomi politik mahasiswa akan menjadi gelombang besar dalam pergerakan rakyat bersama pemimpin organisasi perjuangan yang bersedia “merdeka” seutuhnya, tentunya tanpa menjual idealisme demi kepentingan politis.
Berjuang dan bertahan
Merupakan suatu hal yang naif apabila percaya begitu saja bahwa sistem pendidikan adalah netral. Karena real, pendidikan hari ini selain mampu melahirkan pencerahan dan pembebasan, namun juga melahirkan ketertundukan massa kaum penindas atas mereka yang ditindas. Pendidikan haruslah kritis, dengan pengertian bahwa pembebasan ilmu dan pengetahuan selayaknya untuk dibebaskan dari selubung-selubung penindasan yang bersembunyi di balik kata “objektif”. Atau dengan kata lain, kurikulum pendidikan seharusnya dapat disesuaikan dengan realitas sosial masyarakat, sehingga memunculkan emansipatoris bukan keterasingan.
Sejarah pun tidak berakhir begitu saja dengan kemapanan kapitalisme dan demokrasi liberalnya. Maka harus ada yang didorong oleh pengetahuan yang berasal dari sejarah penindasan dalam menuntut perubahan. Karena harus diakui bahwa kapitalisme itu besar, kuat, lentur, dan juga sombong, sehingga penindasan karenanya memiliki kompleksitas. Namun perlawanan juga memiliki kecerdasan, taktik grilya dan strategi untuk memecahkan konsentrasi kekuatran besar. Dengan demikian perlawanan harus bersifat semesta pada seluruh sektor, karena mahasiswa bukan satu-satunya entitas yang akan menjadi motor penggerak perubahan. Ia hanya sebagian kecil dari rakyat. Oleh karenanya kita tidak berbicara atas nama “mahasiswa” dengan segala ke”maha”aannya, tapi berbicara atas nama “pemuda” sebagai satu kesatuan utuh seluruh entitas dalam masyarakat yang akan mendorong perubahan. Karena mpemuda adalah satu-satunya tenaga yang tersisa ketika rakyat tidak lagi menemukan kawan. Pemudalah yang akan menjadi motor penggerak perubahan tersebut. Dan dengan spirit gerakannya, ia mampu mendobrak keterasingan manusia akibat ketertindasan yang dialami.
Membangun organ revolusioner
Meluasnya isu pendidikan kemudian menjadi isu populis, hingga mendorong kontradiksi antara rakyat miskin dengan kapitalisme, seperti komersialisasi pendidikan, swastanisasi lembaga pendidikan, dan masih banyak lagi isu-isu yang lain, maka menjadikan organisasi sangat penting artinya. Karena ialah yang mampu mendorong kesadaran massa untuk bertindak, untuk menciptakan ruang opini yang lebih luas dengan melakukan oto kritik terhadap kebijakan negara yang anti rakyat.
Maka pilihan untuk “mendidik rakyat dengan pergerakan, mendidik penguasa dengan perlawanan”, merupakan sebuah keniscayaan untuk memotong paradigma masyarakat yang kapitalistik. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya organ yang revolusioner yang mampu mengorientasikan pergerakan rakyat sebagai controlling, serta mereduksi apa yang ada dalam fikiran rakyat untuk mendorong negara menjadi revolusioner. Dan negara yang berada dalam nafas kebudayaan yang terengah ini akan mampu menemukan jalan untuk memaknai setiap perubahan dalam kesadaran budaya sebagai ilmu pengetahuan dan alat menuju perubahan ke hajat hidup yang seimbang dari gempuran negara dan modal. Karena keterpaksaan menuju masyarakat industri ialah pelanggaran hak yang nyata atas masyarakat.
Maka disinilah posisi pemuda dalam cita-cita pergerakan menjadi sangat penting, bukan difungsikan sebagai ruang untuk mencetak kader-kader pragmatis yang hanya berorientasi pada kepentingan kelompok, melainkan dipergunakan sebagai ruang untuk menyiapkan kader-kader intelektual terdidiknya dalam rangka penyikapan atas ketimpangan kondisi sosial masyarakat. Jadi berhentilah menepuk dada, mencari kambing hitam, dan menuduh tidak ber-Tuhan. Karena yang urgent dibutuhkan oleh bangsa ini adalah civic education (pendidikan politik bagi warga negaranya). Politik yang dimaknai disini bukanlah politik kekuasaan yang membuat banyak orang hanya terjebak pada persoalan “menguasai” dan “dikuasai”. Itulah mengapa kita perlu mengantarkan rakyat Indonesia pada kesadaran dan tindakan yang lebih utuh dalam memaknai perjuangan. Karena proses pemulihan sejarah rakyat dilakukan dengan mensiasati penindasan yang dihubungkan dengan proses mempersiapkan pembebasan untuk menciptakan organ revolusioner. Organ yang dipahami akan membekali rakyat dengan kritisisme terhadap moda produksi dan negara, sehingga rakyat mampu memberdayakan diri secara pengetahuan, ekonomi, dan pilitik.
Oleh karenanya, dalam perspektif masyarakat, bagaimana negara, partai politik, dan birokrasi ini mampu menyerap artikulasi dari grass root dan bukan sebagai alat borjuasi. Sehingga rakyat mampu memasuki tahap kesadaran masyarakat yang revolusioner. (Wid)

Tidak ada komentar: